Rabu, 05 April 2017

Membaca dalam Islam dan IT


Membaca adalah sebuah kegiatan yang identik dengan kehidupan manusia, dengan membaca kita dapat membuka banyak sekali ilmu pengetahuan yang kita tidak ketahui sebelumnya, juga dengan membaca kita akan mampu untuk menabung kebijaksanaan, menghaluskan perasaan, dan membawa banyak nilai kehidupan dalam hidup ini. Sungguh berbeda sekali perilaku orang yang gemar membaca dengan orang yang membaca hanya secuil.


Banyak orang yang merasa bahwa dia sudah pintar dan merasa cukup dengan kepintarannya, dan dia menganggap bahwa dia telah mengarungi lautan ilmu pengetahuan, padahal itu sebenarnya disebabkan karena kurangnnya dia dari membaca sehingga dia tidak sadar akan luasnya ilmu pengetahuan Allah. Seperti kita ketahui, tingkatan belajar adalah yang pertama dia akan menjadi sombong karena dia baru pertama mempelajarinya, yang kedua dia akan menjadi tawadu’ setelah dia tahu bahwa banyak orang-orang yang lebih pintar darinya, dan tingkatan yang terakhir adalah ketika dia merasa dia tidak tahu apa-apa karena begitu luasnya ilmu pengetahuan Allah.

Aktivitas membaca adalah cara kita menyelami pikiran para penulis besar. Mereka itu orang-orang sibuk, tinggal jauh dari kota kita, bahkan hidup di zaman yang berbeda. Tapi kita bisa bercengkrama dengan pikiran-pikirannhya, berbicang mesra, mencuri ide dan gagasannya, tanpa dia marah dan merasa terganggu

 Bahkan sebenarnya, setiap detik hidup manusia adalah membaca. Layaknya komputer, hidup adalah rangkaian input-process-output. Perbedaannya adalah manusia memiliki alat yang berbeda. Manusia memiliki mata, tangan, telinga, dan anggota tubuh lainnya.

Tanpa membaca misalnya, seseorang tak dapat mengendarai kendaraan. Sebab setiap waktu ia harus membaca jalan, rambu-rambu lalu lintas, dan petunjuk-petunjuk yang lainnya agar perjalanannya selamat dan sampai tujuan. Dan juga dalam setiap kegiatan kita pasti ada prosedur yang harus kita baca dan kita pahami agar nantinya tidak tersesat dan menjadi salah. Jika mendaki gunung, kita hanya akan bisa pulang kembali bila memiliki mekanisme baca-simpan-cari (read, save, and retrieve).

Setiap orang bisa saja membaca objek yang sama. Namun yang membedakan adalah kualitas pembacaannya. Pada masa jahiliyyah dahulu, kondisi kehidupan masyarakat didominasi oleh pembacaan yang salah. Seorang muslim harus menjadikan membaca dengan cara yang benar sebagai bagian dari hidupnya. Manusia baru dapat dimintai pertanggungjawaban setelah mampu membaca dalam arti luas. Sebab kemampuan membaca dengan baik merupakan tanda berfungsinya akal seseorang. Kualitas pembacaan juga ditandai dengan kedalaman atau kejauhan pandangannya mengenai bacaannya tersebut. Dengan hanya sedikit indikator atau tanda, seharusnya setiap Muslim mampu membaca jauh melebihi apa yang dilihatnya. Mampukah kita misalnya, membaca laut pada kedalaman 7 kilometer? Bagaimana kita bisa membaca benda-benda di langit?

Pembacaan-pembacaan yang jauh seperti ini baru lazim dilakukan masyarakat Jepang. Bahkan disebutkan bahwa 10% rakyat Jepang mampu hidup dengan hanya mengandalkan bambu. Hal ini karena mereka bisa menjelaskan bambu dari segala aspeknya. Mereka bisa membaca sesuatu yang tidak bisa dibaca orang lain.

Selain membaca, pemahaman Iqra dalam arti luas berkaitan juga dengan sistem penyimpanan atau memori, dan cara pemanfaatan memori tersebut. Dalam hidup kita, membaca sering menjadi sia-sia karena kita menyimpan banyak data yang tidak perlu. Pembacaan yang berkualitas perlu penyimpanan secara efisien. Karena hal yang paling penting setelah mengadakan penyimpanan adalah pencarian, jadi kita perlu upaya dalam penyimpanan data secara sistematis. Bila pembacaan yang berkualitas tersebut dilakukan, kita akan mampu mengambil tindakan dan tanggung jawab yang efisien dan dengan demikian kita bisa melakukan banyak hal dalam waktu yang singkat.

Kemampuan mencari ini juga cukup penting diterapkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu pada zaman modern ini banyak digagas Qur’an Digital, setidaknya ada empat keterkaitan dalam Alquran yang perlu dipetakan agar mempermudah pencarian.
Pertama, keterkaitan pragmatik. Pragmatik adalah ilmu berkenaan dengan syarat-syarat yang mengakibatkan serasi atau tidaknya pemakaian bahasa dalam komunikasi.
Kedua, keterkaitan sintaktik. Sintaktik adalah ilmu mengenai tata kalimat.
Ketiga, keterkaitan semantik. Semantik adalah ilmu tentang makna kata dan kalimat. Terakhir, keterkaitan statistik, berupa jumlah suatu kata dalam suatu surat dan dalam Alquran secara keseluruhan.

           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar